Jumat, 10 April 2015

Sejarah Tenaga Dalam di Indonesia



Penyebaran ilmu tenaga dalam di Indonesia

Generasi Awal
Pada awalnya tenaga dalam hanya dipelajari secara terbatas di berbagai perguruan silat. Para pendekar silat yang tercatat sebagai guru bagi para pendiri perguruan silat tenaga dalam generasi berikutnya antara lain:
• Abah Khoir, yang mendirikan silat Cimande, Cianjur
• Bang Madi, dari Batavia
• Bang Kari, dari Batavia
• Bang Ma'ruf, dari Batavia
• Haji Qosim, dikenal juga dengan nama Syahbandar atau Subandari, dari kerajaan Pagar Ruyung
• Haji Odo, seorang kiai dari pesantren di Cikampek
Perlu menjadi catatan bahwa pada masa Bang Madi, Bang Kari ini belum dikenal teknik pukulan tenaga dalam atau pukulan jarak jauh. Silat yang diajarkan oleh Madi, Kari dan Syahbandar lebih bersifat fisik.
Baik Madi, Kari dan Syahbandar dikenal sebagai pendekar silat (fisik) pada masanya. H. Qosim yang kemudian dikenal sebagai Syahbandar atau Mama’ Subadar karena tinggal dan disegani masyarakat desa Subadar di wilayah Cianjur. Sedangkan Madi dikenal sebagai penjual dan penjinak kuda binal yang diimpor asal Eropa.
Dalam dunia persilatan Madi dikenal pakar dalam mematah siku lawan dengan jurus gilesnya, sedangkan Kari dikenal sebagai pendekar asli Benteng Tangerang yang juga menguasai jurus-jurus kung fu dan ahli dalam teknik jatuhan.
Pada era Syahbandar, Kari dan Madi banyak pendekar dari berbagai aliran berkumpul di Batavia. Batavia seakan menjadi pusat barter ilmu bela diri dari berbagai aliran, mulai dari silat Padang, silat Betawi kombinasi kung fu ala Bang Kari, juga aliran Cimande yang dibawa oleh Khoir.

Penyebaran Ilmu Tenaga Dalam Secara Terbuka

Perkembangan sejarah tenaga dalam dan penyebarannya secara terbuka di pulau Jawa diwarnai oleh beberapa tokoh penting, yaitu
1. H. Muhammad Toha, mendirikan Sin Lam Ba di Jakarta, 1896
2. S. Andadinata, mendirikan Margaluyu di daerah Rancaekek, Bandung, 1922
3. Nampon, mendirikan Pencak Nampon Trirasa di Bandung, 1932.
4. H. Abdul Rosyid, mendirikan Budi Suci di Bogor pada tahuan 1930-an
5. Bang Toha, jakarta murid H Odo
6. Abah Zaki ( Kyai Haji Syaki Abdul Syukur ) pendiri PerguruanAl-Hikmah,
Jakarta
7. H. Harun Ahmad Pendiri Sin Lam Ba Jakarta.
Tenaga dalam kemudian merambah ke wilayah timur (Jawa Tengah dan Jawa Timur)setelah KH Muhaiminan dari Pesantren Bambu Runcing Parakan, Temanggung berguru kepada Abah Zaki, juga murid H Abdul Rosyid bernama Sidik asal Indramayu yang mengajarkan tenaga dalam Budi Suci di wilayah Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Pengembangan Al-Hikmah melalui jalur pesantren, sedangkan Budi Suci lebih bercorak Jawa - Islam. Pengembangan Budi Suci tidak terlepas dari jasa Qosim dan Zainal Abidin putra Sidik dan beberapa murid Sidik, diantara Bang Ali Semarang dan murid-muridnya di Sirahan, Cluwak, Pati.

Pendirian Paguyuban Pencak Nampon Trirasa Bandung

Pada akhir abad ke-19 Pencak Silat Nampon telah dipelajari secara terbatas tetapi baru dikenal luas pada tahun 1932 ketika Nampon melakukan aktivitas nyleneh di depan stasiun Padalarang. Saking girangnya menyambut kelahiran anak pertamanya, Nampon diluar kesadarannya berteriak-teriak seperti orang gila. Karena dianggap gila, Nampon hendak diringkus beramai-ramai. Namun dari sekian orang yang akan menjamah tubuhnya jatuh terpelating.
Pada tahun 1920, Tjoa Nam Fu, China peranakan Semarang mengajarkan silat Kaifeng pembangkit manit krach, seorang muridnya bernama Mahmud dari Sarikat Islam. Kelak Mahmud setelah mendapatkan jurus-jurus Kaifeng bergelar Nampon (dari kata Namfu)
Nampon lahir di Ciamis pada tahun 1888 dan wafat tahun 1962. Semula adalah pegawai di jawatan kereta api di zaman Belanda. Ia dipecat dan berulang kali masuk bui karena sikapnya yang anti penjajah Belanda. Diantara murid Nampon yang berjasa ikut mengembangkan tenaga dalam adalah Setia Muchlis dan KM Tamim yang kemudian mendirikan perguruan TRI RASA yang banyak diikuti kalangan Mahasiswa di Bandung, diantaranya murid itu adalah Bung Karno dan M Natsir.
Menurut kalangan pendekar sepuh di wilayah Jawa Barat, sebelum memperkenalkan “jurus tenaga dalam“ Nampon banyak belajar ilmu dari pendekar yang lebih senior. Ia pernah berguru pada Abah Khoir pencipta silat Cimande, dan pendekar-pendekar asal Batavia diantaranya Bang Madi, Bang Kari, Bang Ma’ruf juga H Qosim pendekar yang diasingkan kerajaan Pagar Ruyung, Padang karena mengajarkan silat di luar kerajaan.
Aliran bercorak Nampon menyebar ke Jawa Tengah melalui perguruan Ragajati, JSP (jurus seni penyadar) dan beberapa aliran tanpa nama.
Kini ketika perguruan tenaga dalam menjamur hampir di seluruh kota dengan bendera yang berbeda-beda (walau corak jurus dan oleh napas serupa), kemudian muncul pertanyaan, dari mana asalnya ilmu tenaga dalam dan siapa tokoh yang pertama kali menciptakannya?

Pendirian Margaluyu
Aliran yang didirikan Abah Andadinata pada awalnya bernama Marga Rahayu namun kemudian dirubah menjadi Margaluyu dan mulai dikenalkan pada pada khalayak pada tahun 1932, tetapi pada tahun 1922 aliran itu sudah diperkenalkan dalam lingkup yang terbatas.
Margaluyu justru berkembang pesat di wilayah Yogyakarta, dan banyak guru yang belajar dari aliran ini kemudian mendirikan perguruan dengan nama baru.
Anandinata memiliki beberapa murid, diantaranya Dan Suwaryana, dosen ASRI yang juga wartawan di Yogyakarta. Dari Dan Suwaryana ini kemudian “pecah” (berkembang) lebih dari 17 perguruan tenaga dalam besar yang kini bermarkas di kota gudeg, Yogyakarta, diantaranya Prana Sakti yang dikembangkan Aspanuddin Panjaitan.
Menurut berbagai pihak yang dapat dipercaya, perguruan-perguruan yang terinspirasi oleh Prana Sakti diantaranya :
• Prana Sakti Indonesia
• Prana Sakti Jayakarta
• Prana Sari Padang
• Satria Nusantara
• Pendawa Padma
• Radiasi Tenaga Dalam
• Kalimasada
• Bunga Islam
• Al-Barokah
• Indonesia Perkasa
• Sinar Putih
• Al-Barokah
• Al-Ikhlas
• dll.
Konon, keilmuan yang ada pada Margaluyu itu sendiri memiliki silsilah dari para Wali di tanah Jawa, yang apabila diruntut yaitu dari Syekh Datul Kahfi – Prabu Kian Santang / P.Cakrabuana (Setelah masuk Islam dikenal sebagai Sunan Rahmad Suci Godong Garut) kemudian ke : Sunan Gunung Jati dan dari beliau turun ke Anandinata.
Hingga kini sejarah tenaga dalam masih misteri, siapa tokoh yang pertama kali menciptakannya. Para pinesepuh juga tidak memiliki refrensi yang kuat berkaitan dengan sejarah perguruan dan pencetusnya.

Budi Suci

Perguruan Budi Suci didirikan oleh Haji Abdul Rosyid. Aliran ini banyak menyebar ke Jawa dan Sumatra. Sidik, murid dari H Abdul Rosyid, pada tahun 1985 mengatakan bahwa jurus tenaga dalam Budi Suci diwarnai keilmuan Abah Khoir dan Nampon. Begitu halnya dengan aliran yang banyak berkembang di Jawa Tengah, seperti Ragajati di Banyumas, JSP (Jurus Seni Penyadar) di Tegal dan beberapa aliran di Semarang.
Di pulau Jawa, Budi Suci berkembang di wilayah pantai utara ke arah timur mulai dari Jakarta, Bekasi, Karawang, Cikampek, Kuningan, Indramayu dan Cirebon, Semarang, Rembang dan tahun 1983 di Sirahan, Cluwak, Pati Utara.
Dari kalangan Budi Suci atau perguruan yang mengambil sumber dari aliran yang didirikan H Abdul Rosyid ini setidaknya ada 3 nama tokoh yang disebut-sebut dalam “ritual” yaitu Madi, Kari dan Syahbandar.
Dari aliran Budi Suci yang keilmuannya konon bersumber dari Khoir dan Nampon, juga tidak berani mengklaim bahwa tenaga dalam itu bersumber (hanya) dari Nampon seorang. Begitu halnya kalangan yang mengambil sumber dari Margaluyu.
Kalangan Budi Suci, menganalisa bahwa Namponlah yang patut dianggap sebagai pencipta, karena dalam ritual (wirid), nama-nama yang disebut adalah Madi, Kari dan Syahbandar (Syeh Subandari), sedangkan nama Nampon tidak disebut-sebut. Ini menunjukkan bahwa inspirasi ilmu berasal dari tokoh sebelum Nampon, walau nampon yang kemudian merangkum dan menyempurnakannya. Namun kesimpulan itu diragukan mengingat pada masa pendekar Madi, Kari, Sahbandar ini tenaga dalam belum dikenal.
Terbukti, dalam suatu peristiwa saat Madi diserang kuda binal juga mematahkan kaki kuda dengan tangkisan tangannya, dan Khoir guru dari Nampon saat bertarung dengan pendekar Kung Fu, juga menggunakan selendang untuk mengikat lawannya pada pohon pinang. Artinya, jika tenaga dalam itu sudah ada, dan mereka-mereka itu adalah pakarnya, kenapa musti pakai selendang segala? Kenapa tidak pakai “jurus kunci” agar pendekar Kung Fu itu tidak bisa bergerak.
Justru pemanfaatan tenaga dalam itu baru tercatat pada era Nampon tahun 1930-an. Kasus “histeris” saat menyambut kelahiran anaknya di depan stasiun Padalarang, dan pertarungan Nampon dengan Jawara Banten juga saat melayani tantangan KM Thamim yang (setelah kalah) lalu berguru kepadanya.

Silat Bandar Karima
Bandar Karima adalah kependekan dari Syahbandar, Kari dan Madi. Yosis Siswoyo, Guru Besar aliran Bandar Karima Bandung saat dikonfirmasi, mensinyalir bahwa kemunculan tenaga dalam di wilayah Jawa Barat secara terbuka memang terjadi pada masa Nampon sepulang dari penjara Digul.
Namun demikian Yosis tidak berani memastikan pencipta jurus tenaga dalam itu Nampon seorang, mengingat pada masa yang hampir bersamaan, di Batavia/Jakarta juga muncul aliran Sin Lam Ba dan Al-Hikmah, bahkan pada tahun yang hampir bersamaan, di daerah Ranca Engkek Bandung Andadinata memunculkan ilmu tenaga dalam yang diklaim asli hasil pemikirannya sendiri.
Yosis Siswoyo (63) dari Silat Bandar Karima termasuk kalangan pendekar generasi tua di Bandung juga mengakui dari kalangan perguruan pencak silat dan tenaga dalam memang kurang mentradisikan dalam pelestarian sejarah perguruannya.
Walau Yosis menyebut Nampon dan Andadinata sebagai tokoh yang banyak berjasa mengenalkan tenaga dalam di wilayah Jawa Barat, namun kemunculan Sin Lam Ba dan Al-Hikmah di Batavia pada kurun waktu yang hampir bersamaan, (bahkan disinyalir lebih dulu) juga perlu dipertimbangkan bagi yang ingin melacak sejarah.

Tenaga dalam di Pantura Jawa
Perkembangan tenaga dalam di wilayah eks Karisedenan Pati tak lepas dari peran Perguruan Satya dibawah asuhan alm. Soeharto – Semarang.
Satya berkembang di wilayah Pati awalnya dibawa oleh murid Soeharto bernama Subiyanto asal Jepara. Namun Subiyanto kemudian membuat perguruan Mustika. Walau perguruan ini hanya muncul sesaat kemudian tidak terdengar lagi.
Pada akhir tahun 70-an Satya masuk wilayah Pati dengan corak yang saat itu dianggap tabu karena berlatih pada tempat terbuka pada siang hari. Ini berbeda dengan aliran lain yang memilih berlatih secara sembunyi-sembunyi.
Satya lebih mudah diterima masyarakat karena sifatnya yang terbuka, lebih njawani dan tidak bernaung dibawah partai politik tertentu bahkan menerima anggota dari semua agama, walau dalam ritualnya Satya tidak jauh beda dengan aliran Budi Suci yang dikembangkan oleh Bang Ali yang saat itu juga banyak berkembang di Jawa Tengah.
Kesamaan Satya dengan Budi Suci disebabkan alm. Soeharto mengenal jurus tenaga dalam itu berasal dari Yusuf di Tanjung Pinang, dan Yusuf adalah murid dari alm. Sidik, salah satu dari murid H Abdul Rosyid sang pendiri aliran Budi Suci.
Dalam lingkup pergruannya, Soeharto hampir tidak pernah menyebut-nyebut nama Yusuf sebagai sang guru. Ini disebabkan adanya hal yang sangat pribadi berkaitan dengan sang guru yang WNI keturunan itu. Justru Soeharto lebih sering menyebut nama Sidik, walau pertemuan keduanya itu baru berlangsung diawal tahun 80-an.
Ketika Masruri, putra H. Ali Ridlo dan pengurus Satya Sirahan, Cluwak berhasil menemukan Sidik di Cilincing, Jakarta Utara, lalu diboyong untuk meneruskan pembinaan dari anggota Satya yang saat itu sudah pasif dari berbagai kegiatan perguruan. Masruri belakangan dikenal sebagai pengasuh rubrik "Liku-Liku Tenaga Dalam" di harian Suara Merdeka - Semarang (tahun 1993 - 1996) juga penulis buku-buku tentang tenaga dalam dan metafisika.
Kehadiran Sidik yang statusnya adalah Guru Besar Budi Suci ke Sirahan ibarat meneruskan pelajaran lanjutan yang tidak terdapat pada kurikulum Satya di bawah Soeharto. Selain pembaharuan dalam jurus dasar juga meneruskan pada materi Jodoh Jurus dan Kembang Jurus ciptaan oleh Abah Khoir sang pendiri Cimande dan sebagian sudah digubah oleh H Abdul Rosyid yang di perguruan Satya jurus itu tidak dikenal.
Perguruan Satya Sirahan yang dipimpin H Ali Ridlo dan putranya, Masruri yang keilmuannya sudah diwarnai Budi Suci ala Sidik yang kemudian mengembangkan perguruan tenaga dalam diantaranya, HM Sadari di Kelet, Keling, Jepara, Ustad M Masrur di Cepogo, Bangsri, Jepara, Suhirlan di Ngaringan Purwodadi dan Sudono, adik kandung H Ali Ridlo yang berdomisili di Rimbo Bujang, Bungo Tebo, Jambi.

Perkembangan Selanjutnya
Pada tahun-tahun berikutnya, perkembangan perguruan tenaga dalam layaknya MLM (Multi Level Marketing). Seseorang yang belajar pada suatu perguruan memilih untuk mendirikan perguruan baru sesuai selera pribadinya. Ini adalah gejala alamiah yang tidak perlu dimasalahkan, karena setiap guru atau orang yang merasa mampu mengajarkan ilmu pada orang lain itu belum tentu sepaham dengan tradisi yang ada pada perguruan yang pernah diikutinya.
Pertimbangan merubah nama perguruan itu dilatarbelakangi oleh hal-hal yang amat kompleks, mulai adanya ketidaksepahaman pola pikir antara orang zaman dulu yang mistis dan kalangan modernis yang mempertimbangkan sisi kemurnian aqidah dan ilmiah, disamping pertimbangan dari sisi komersial. Yang pasti, misi orang mempelajari tenaga dalam pada masyarakat sekarang sudah mulai berubah dari yang semula berorientasi pada ilmu kesaktian menuju pada gerak fisik (olah raga) karena orang sekarang menganggap lawan berat yang sesungguhnya adalah penyakit. Karena itu, promosi perguruan lebih mengeksploitasi kemampuan mengobati diri sendiri dan orang lain.
Aliran perguruan tenaga dalam yang mengeksploitasi kesaktian kini lebih diminati masyarakat tradisional. Dan menurut pengamatan beberapa pihak, perguruan ini justru sering “bermasalah” disebabkan pola pembinaan yang menggiring penganutnya pada sikap “kejawaraan” melalui doktrin-doktrin yang kurang bersahabat pada aliran lain dari sesama perguruan tenaga dalam maupun bela diri dari luar (asing).
Sikap ini sebenarnya bertentangan dengan sikap para tokoh seperti Bang Kari yang selalu wanti-wanti agar siapapun yang mengamalkan bela diri untuk selalu memperhatikan “sikap 5” yaitu :
1. Jangan cepat puas.
2. Jangan suka pamer.
3. Jangan merasa paling jago.
4. Jangan suka mencari pujian dan
5. Jangan menyakiti orang lain.
Dan perlu diingat, perkembangan pencak silat sebagai dasar dari tenaga dalam itu, baik pelaku maupun keilmuannya dapat berkembang karena silaturahmi antar tokoh, mulai dari silat Pagar Ruyung Padang yang dibawa H Kosim (Syahbandar), Bang Kari dan Bang Madi yang merangkum silat Betawi dengan Kung Fu, juga Abah Khoir dengan Cimandenya, RH. Ibrahim dengan Cikalongnya.
Rangkapan Fisik
Setiap perguruan tenaga dalam memberikan sumbangsih tersendiri bagi masyarakat Indonesia. Margaluyu menorehkan tinta emas sebagai perguruan tua yang banyak mengilhami hampir sebagian besar perguruan di Indonesia, dan cabang-cabang dari perguruan ini banyak berjasa bagi pengembangan tenaga dalam yang ilmiah dan universal.
Sin Lam Ba, Al-Hikmah, Silat Tauhid Indonesia berjasa dalam memberikan nafas religius bagi pesertanya, dan aliran Nampon berjasa dalam memberikan semangat bagi para pejuang di era kemerdekaan.
Terlepas dari sisi positif dari aliran-aliran besar itu, pengembangan aliran tenaga dalam yang kini masih memilih corak pengembangan bela diri dan kesaktian itu justru mendapat kritik dari para pendahulunya.
Pada tahun 1984 Alm. Sidik murid dari H Abdul Rosyid saat berkunjung ke Desa Sirahan, Cluwak, Pati dan menyaksikan cara betarung (peragaan) suatu perguruan “pecahan” dari Budi Suci, menyayangkan kenapa sebagian besar dari siswa perguruan tenaga dalam itu sudah meninggalkan teknik silat (fisik) sebagai basic tenaga dalam.
Artinya, saat diserang mereka cenderung diam dan hanya mengeraskan bagian dada/perut. Kebiasaan ini menurutnya suatu saat akan menjadi bumerang saat harus menghadapi perkelahian diluar gelanggang latihan. Karena saat latihan hanya dengan “diam” saja sudah mampu mementalkan penyerang hingga memberikan kesan bahwa menggunakan tenaga dalam itu mudah sekali.
Mereka tidak sadar bahwa dalam perkelahian di luar gelanggang latihan itu, suasananya berbeda. Dalam arena latihan yang dihadapi adalah teman sendiri yang sudah terlatih dalam menciptakan emosi (amarah).
Cara bela diri memanfaatkan tenaga dalam yang benar menurut Alm. Sidik sudah dicontohkan oleh Nampon saat ditantang jawara dari Banten dan saat akan dicoba kesaktiannya oleh KM Tamim. Yaitu, awalnya mengalah dan berupaya menghindar namun ketika lawan masih memaksa menyerang, baru dilayani dengan jurus silat secara fisik, menghindar, menangkis dan pada saat yang dianggap tepat memancing amarah dengan tamparan ringan dan setelah penyerang emosi, baru menggunakan tenaga dalam.
Pola pembinaan bela diri yang tidak lengkap yang hanya fokus pada sisi batin saja, sering menjadi bumerang bagi mereka yang sudah merasa memiliki tenaga dalam sehingga terlalu yakin bahwa bagaimanapun bentuk serangannya, cukup dengan diam (saja) penyerang pasti mental. Dan ketika mereka menghadapi bahaya yang sesungguhnya, ternyata menggunakan tenaga dalam tidak semudah saat berlatih dengan teman seperguruannya.
Fenomena pembinaan yang sepotong-potong ini tidak lepas dari keterbatasan sebagian guru yang pada umumnya hanya pernah “mampir” di perguruan tenaga dalam. Sidik mengakui banyak orang yang belajar di Budi Suci hanya bermodal “jurus dasar” saja sudah banyak yang berani membuka perguruan baru. Padahal dalam Budi Suci itu terdapat 3 tahapan jurus. Yaitu, Dasar Jurus – Jodoh Jurus dan Kembang Jurus (ibingan).
Karena tergesa-gesa ingin membuka aliran baru itu menyebabkan siswa sering tidak siap disaat harus menggunakan tenaga dalamnya. Dan Yosis Siswoyo dari Bandar Karima memberikan konsep bahwa keberhasilan memanfaatkan tenaga dalam ditentukan dari prinsip “min-plus” yang dapat diartikan : Biarkan orang berniat jahat (marah), aku memilih untuk tetap bertahan dan sabar.
Karena itu pembinaan fisik, teknik bela diri fisik, teknik, kelenturan, refleks dan mental bertarung perlu ditanamkan terlebih dahulu karena kegagalan memanfaatkan tenaga dalam lebih disebabkan mental yang belum siap sehingga orang ingat punya jurus tenaga dalam setelah perkelahian itu sudah usai.
Berdasarkan pengamatan, tenaga dalam berfungsi baik justru disaat pemiliknya “tidak sengaja” dan terpaksa harus bertahan dari serangan orang yang berniat jahat. Dan tenaga dalam itu sering gagal justru disaat tenaga dalam itu dipersiapkan sebelumnya untuk “berkelahi” dan akan lebih gagal total jika tenaga dalam itu digunakan untuk mencari masalah.
Tenaga dalam harus bersifat defensif atau bertahan. Biarkan orang marah dan tetaplah bertahan dengan sabar dan tak perlu mengimbangi amarah. Sebab jika pemilik tenaga dalam mengimbangi amarah, maka rumusnya menjadi “plus ketemu plus” yang menyebabkan energi itu tidak berfungsi. Dan dalam hal ini Budi Suci menjabarkan konsep “min – plus” itu dengan sikap membiarkan lawan “budi” (bergerak/amarah) dan tetap mempertahankan “suci” (sabar, tenang).
Memposisikan diri tetap bertahan (sabar, tenang) sangat ditentukan tingkat kematangan mental. Dan pada masa Nampon dan H Abdul Rosyid, tenaga dalam banyak berhasil karena dipegang oleh pendekar yang sudah terlatih bela diri secara fisik (sabung) sehingga saat menghadapi penyerang mentalnya tetap terjaga.
Sekarang semua sudah berubah. Orang belajar tenaga dalam sudah telanjur yakin bahwa serangan lawan tidak dapat menyentuh sehingga fisik tidak dipersiapkan menghindar atau berbenturan. Dan karena tidak terlatih itu disaat melakukan kontak fisik, yang muncul justru rasa takut atau bahkan mengimbangi amarah hingga keluar dari konsep “min-plus”.

Sejarah tentang tenaga dalam perlu diketahui oleh mereka yang mengikuti suatu aliran tenaga dalam. Ketidaktahuan tentang sejarah itu dapat menggiring seseorang bersikap kacang lupa kulit, bahkan memunculkan “anekdot spiritual” sebagaimana dilakukan seorang guru tenaga dalam yang karena ditanya murid-muridnya dan ia tidak memiliki jawaban lalu menjelaskan bahwa orang-orang yang ditokohkan dalam perguruan itu dengan jawaban yang mengada-ada.
Misalnya, Saman adalah seorang Syekh dari Yaman, Madi disebut sebagai Imam Mahdi, Kari adalah Imam Buchori, Subandari adalah Syeh Isbandari. Dan jawaban seperti itu tidak memiliki dasar dan konon hanya berdasarkan pada kata orang tua semata.
Sumber :
http://id.wikipedia.org/wiki/Sejarah_Tenaga_Dalam

perkembangan

Sejarah Tenaga Dalam di Indonesia


Penyebaran ilmu tenaga dalam di Indonesia

Generasi Awal
Pada awalnya tenaga dalam hanya dipelajari secara terbatas di berbagai perguruan silat. Para pendekar silat yang tercatat sebagai guru bagi para pendiri perguruan silat tenaga dalam generasi berikutnya antara lain:
• Abah Khoir, yang mendirikan silat Cimande, Cianjur
• Bang Madi, dari Batavia
• Bang Kari, dari Batavia
• Bang Ma'ruf, dari Batavia
• Haji Qosim, dikenal juga dengan nama Syahbandar atau Subandari, dari kerajaan Pagar Ruyung
• Haji Odo, seorang kiai dari pesantren di Cikampek
Perlu menjadi catatan bahwa pada masa Bang Madi, Bang Kari ini belum dikenal teknik pukulan tenaga dalam atau pukulan jarak jauh. Silat yang diajarkan oleh Madi, Kari dan Syahbandar lebih bersifat fisik.
Baik Madi, Kari dan Syahbandar dikenal sebagai pendekar silat (fisik) pada masanya. H. Qosim yang kemudian dikenal sebagai Syahbandar atau Mama’ Subadar karena tinggal dan disegani masyarakat desa Subadar di wilayah Cianjur. Sedangkan Madi dikenal sebagai penjual dan penjinak kuda binal yang diimpor asal Eropa.
Dalam dunia persilatan Madi dikenal pakar dalam mematah siku lawan dengan jurus gilesnya, sedangkan Kari dikenal sebagai pendekar asli Benteng Tangerang yang juga menguasai jurus-jurus kung fu dan ahli dalam teknik jatuhan.
Pada era Syahbandar, Kari dan Madi banyak pendekar dari berbagai aliran berkumpul di Batavia. Batavia seakan menjadi pusat barter ilmu bela diri dari berbagai aliran, mulai dari silat Padang, silat Betawi kombinasi kung fu ala Bang Kari, juga aliran Cimande yang dibawa oleh Khoir.

Penyebaran Ilmu Tenaga Dalam Secara Terbuka

Perkembangan sejarah tenaga dalam dan penyebarannya secara terbuka di pulau Jawa diwarnai oleh beberapa tokoh penting, yaitu
1. H. Muhammad Toha, mendirikan Sin Lam Ba di Jakarta, 1896
2. S. Andadinata, mendirikan Margaluyu di daerah Rancaekek, Bandung, 1922
3. Nampon, mendirikan Pencak Nampon Trirasa di Bandung, 1932.
4. H. Abdul Rosyid, mendirikan Budi Suci di Bogor pada tahuan 1930-an
5. Bang Toha, jakarta murid H Odo
6. Abah Zaki ( Kyai Haji Syaki Abdul Syukur ) pendiri PerguruanAl-Hikmah,
Jakarta
7. H. Harun Ahmad Pendiri Sin Lam Ba Jakarta.
Tenaga dalam kemudian merambah ke wilayah timur (Jawa Tengah dan Jawa Timur)setelah KH Muhaiminan dari Pesantren Bambu Runcing Parakan, Temanggung berguru kepada Abah Zaki, juga murid H Abdul Rosyid bernama Sidik asal Indramayu yang mengajarkan tenaga dalam Budi Suci di wilayah Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Pengembangan Al-Hikmah melalui jalur pesantren, sedangkan Budi Suci lebih bercorak Jawa - Islam. Pengembangan Budi Suci tidak terlepas dari jasa Qosim dan Zainal Abidin putra Sidik dan beberapa murid Sidik, diantara Bang Ali Semarang dan murid-muridnya di Sirahan, Cluwak, Pati.

Pendirian Paguyuban Pencak Nampon Trirasa Bandung

Pada akhir abad ke-19 Pencak Silat Nampon telah dipelajari secara terbatas tetapi baru dikenal luas pada tahun 1932 ketika Nampon melakukan aktivitas nyleneh di depan stasiun Padalarang. Saking girangnya menyambut kelahiran anak pertamanya, Nampon diluar kesadarannya berteriak-teriak seperti orang gila. Karena dianggap gila, Nampon hendak diringkus beramai-ramai. Namun dari sekian orang yang akan menjamah tubuhnya jatuh terpelating.
Pada tahun 1920, Tjoa Nam Fu, China peranakan Semarang mengajarkan silat Kaifeng pembangkit manit krach, seorang muridnya bernama Mahmud dari Sarikat Islam. Kelak Mahmud setelah mendapatkan jurus-jurus Kaifeng bergelar Nampon (dari kata Namfu)
Nampon lahir di Ciamis pada tahun 1888 dan wafat tahun 1962. Semula adalah pegawai di jawatan kereta api di zaman Belanda. Ia dipecat dan berulang kali masuk bui karena sikapnya yang anti penjajah Belanda. Diantara murid Nampon yang berjasa ikut mengembangkan tenaga dalam adalah Setia Muchlis dan KM Tamim yang kemudian mendirikan perguruan TRI RASA yang banyak diikuti kalangan Mahasiswa di Bandung, diantaranya murid itu adalah Bung Karno dan M Natsir.
Menurut kalangan pendekar sepuh di wilayah Jawa Barat, sebelum memperkenalkan “jurus tenaga dalam“ Nampon banyak belajar ilmu dari pendekar yang lebih senior. Ia pernah berguru pada Abah Khoir pencipta silat Cimande, dan pendekar-pendekar asal Batavia diantaranya Bang Madi, Bang Kari, Bang Ma’ruf juga H Qosim pendekar yang diasingkan kerajaan Pagar Ruyung, Padang karena mengajarkan silat di luar kerajaan.
Aliran bercorak Nampon menyebar ke Jawa Tengah melalui perguruan Ragajati, JSP (jurus seni penyadar) dan beberapa aliran tanpa nama.
Kini ketika perguruan tenaga dalam menjamur hampir di seluruh kota dengan bendera yang berbeda-beda (walau corak jurus dan oleh napas serupa), kemudian muncul pertanyaan, dari mana asalnya ilmu tenaga dalam dan siapa tokoh yang pertama kali menciptakannya?

Pendirian Margaluyu
Aliran yang didirikan Abah Andadinata pada awalnya bernama Marga Rahayu namun kemudian dirubah menjadi Margaluyu dan mulai dikenalkan pada pada khalayak pada tahun 1932, tetapi pada tahun 1922 aliran itu sudah diperkenalkan dalam lingkup yang terbatas.
Margaluyu justru berkembang pesat di wilayah Yogyakarta, dan banyak guru yang belajar dari aliran ini kemudian mendirikan perguruan dengan nama baru.
Anandinata memiliki beberapa murid, diantaranya Dan Suwaryana, dosen ASRI yang juga wartawan di Yogyakarta. Dari Dan Suwaryana ini kemudian “pecah” (berkembang) lebih dari 17 perguruan tenaga dalam besar yang kini bermarkas di kota gudeg, Yogyakarta, diantaranya Prana Sakti yang dikembangkan Aspanuddin Panjaitan.
Menurut berbagai pihak yang dapat dipercaya, perguruan-perguruan yang terinspirasi oleh Prana Sakti diantaranya :
• Prana Sakti Indonesia
• Prana Sakti Jayakarta
• Prana Sari Padang
• Satria Nusantara
• Pendawa Padma
• Radiasi Tenaga Dalam
• Kalimasada
• Bunga Islam
• Al-Barokah
• Indonesia Perkasa
• Sinar Putih
• Al-Barokah
• Al-Ikhlas
• dll.
Konon, keilmuan yang ada pada Margaluyu itu sendiri memiliki silsilah dari para Wali di tanah Jawa, yang apabila diruntut yaitu dari Syekh Datul Kahfi – Prabu Kian Santang / P.Cakrabuana (Setelah masuk Islam dikenal sebagai Sunan Rahmad Suci Godong Garut) kemudian ke : Sunan Gunung Jati dan dari beliau turun ke Anandinata.
Hingga kini sejarah tenaga dalam masih misteri, siapa tokoh yang pertama kali menciptakannya. Para pinesepuh juga tidak memiliki refrensi yang kuat berkaitan dengan sejarah perguruan dan pencetusnya.

Budi Suci

Perguruan Budi Suci didirikan oleh Haji Abdul Rosyid. Aliran ini banyak menyebar ke Jawa dan Sumatra. Sidik, murid dari H Abdul Rosyid, pada tahun 1985 mengatakan bahwa jurus tenaga dalam Budi Suci diwarnai keilmuan Abah Khoir dan Nampon. Begitu halnya dengan aliran yang banyak berkembang di Jawa Tengah, seperti Ragajati di Banyumas, JSP (Jurus Seni Penyadar) di Tegal dan beberapa aliran di Semarang.
Di pulau Jawa, Budi Suci berkembang di wilayah pantai utara ke arah timur mulai dari Jakarta, Bekasi, Karawang, Cikampek, Kuningan, Indramayu dan Cirebon, Semarang, Rembang dan tahun 1983 di Sirahan, Cluwak, Pati Utara.
Dari kalangan Budi Suci atau perguruan yang mengambil sumber dari aliran yang didirikan H Abdul Rosyid ini setidaknya ada 3 nama tokoh yang disebut-sebut dalam “ritual” yaitu Madi, Kari dan Syahbandar.
Dari aliran Budi Suci yang keilmuannya konon bersumber dari Khoir dan Nampon, juga tidak berani mengklaim bahwa tenaga dalam itu bersumber (hanya) dari Nampon seorang. Begitu halnya kalangan yang mengambil sumber dari Margaluyu.
Kalangan Budi Suci, menganalisa bahwa Namponlah yang patut dianggap sebagai pencipta, karena dalam ritual (wirid), nama-nama yang disebut adalah Madi, Kari dan Syahbandar (Syeh Subandari), sedangkan nama Nampon tidak disebut-sebut. Ini menunjukkan bahwa inspirasi ilmu berasal dari tokoh sebelum Nampon, walau nampon yang kemudian merangkum dan menyempurnakannya. Namun kesimpulan itu diragukan mengingat pada masa pendekar Madi, Kari, Sahbandar ini tenaga dalam belum dikenal.
Terbukti, dalam suatu peristiwa saat Madi diserang kuda binal juga mematahkan kaki kuda dengan tangkisan tangannya, dan Khoir guru dari Nampon saat bertarung dengan pendekar Kung Fu, juga menggunakan selendang untuk mengikat lawannya pada pohon pinang. Artinya, jika tenaga dalam itu sudah ada, dan mereka-mereka itu adalah pakarnya, kenapa musti pakai selendang segala? Kenapa tidak pakai “jurus kunci” agar pendekar Kung Fu itu tidak bisa bergerak.
Justru pemanfaatan tenaga dalam itu baru tercatat pada era Nampon tahun 1930-an. Kasus “histeris” saat menyambut kelahiran anaknya di depan stasiun Padalarang, dan pertarungan Nampon dengan Jawara Banten juga saat melayani tantangan KM Thamim yang (setelah kalah) lalu berguru kepadanya.

Silat Bandar Karima
Bandar Karima adalah kependekan dari Syahbandar, Kari dan Madi. Yosis Siswoyo, Guru Besar aliran Bandar Karima Bandung saat dikonfirmasi, mensinyalir bahwa kemunculan tenaga dalam di wilayah Jawa Barat secara terbuka memang terjadi pada masa Nampon sepulang dari penjara Digul.
Namun demikian Yosis tidak berani memastikan pencipta jurus tenaga dalam itu Nampon seorang, mengingat pada masa yang hampir bersamaan, di Batavia/Jakarta juga muncul aliran Sin Lam Ba dan Al-Hikmah, bahkan pada tahun yang hampir bersamaan, di daerah Ranca Engkek Bandung Andadinata memunculkan ilmu tenaga dalam yang diklaim asli hasil pemikirannya sendiri.
Yosis Siswoyo (63) dari Silat Bandar Karima termasuk kalangan pendekar generasi tua di Bandung juga mengakui dari kalangan perguruan pencak silat dan tenaga dalam memang kurang mentradisikan dalam pelestarian sejarah perguruannya.
Walau Yosis menyebut Nampon dan Andadinata sebagai tokoh yang banyak berjasa mengenalkan tenaga dalam di wilayah Jawa Barat, namun kemunculan Sin Lam Ba dan Al-Hikmah di Batavia pada kurun waktu yang hampir bersamaan, (bahkan disinyalir lebih dulu) juga perlu dipertimbangkan bagi yang ingin melacak sejarah.

Tenaga dalam di Pantura Jawa
Perkembangan tenaga dalam di wilayah eks Karisedenan Pati tak lepas dari peran Perguruan Satya dibawah asuhan alm. Soeharto – Semarang.
Satya berkembang di wilayah Pati awalnya dibawa oleh murid Soeharto bernama Subiyanto asal Jepara. Namun Subiyanto kemudian membuat perguruan Mustika. Walau perguruan ini hanya muncul sesaat kemudian tidak terdengar lagi.
Pada akhir tahun 70-an Satya masuk wilayah Pati dengan corak yang saat itu dianggap tabu karena berlatih pada tempat terbuka pada siang hari. Ini berbeda dengan aliran lain yang memilih berlatih secara sembunyi-sembunyi.
Satya lebih mudah diterima masyarakat karena sifatnya yang terbuka, lebih njawani dan tidak bernaung dibawah partai politik tertentu bahkan menerima anggota dari semua agama, walau dalam ritualnya Satya tidak jauh beda dengan aliran Budi Suci yang dikembangkan oleh Bang Ali yang saat itu juga banyak berkembang di Jawa Tengah.
Kesamaan Satya dengan Budi Suci disebabkan alm. Soeharto mengenal jurus tenaga dalam itu berasal dari Yusuf di Tanjung Pinang, dan Yusuf adalah murid dari alm. Sidik, salah satu dari murid H Abdul Rosyid sang pendiri aliran Budi Suci.
Dalam lingkup pergruannya, Soeharto hampir tidak pernah menyebut-nyebut nama Yusuf sebagai sang guru. Ini disebabkan adanya hal yang sangat pribadi berkaitan dengan sang guru yang WNI keturunan itu. Justru Soeharto lebih sering menyebut nama Sidik, walau pertemuan keduanya itu baru berlangsung diawal tahun 80-an.
Ketika Masruri, putra H. Ali Ridlo dan pengurus Satya Sirahan, Cluwak berhasil menemukan Sidik di Cilincing, Jakarta Utara, lalu diboyong untuk meneruskan pembinaan dari anggota Satya yang saat itu sudah pasif dari berbagai kegiatan perguruan. Masruri belakangan dikenal sebagai pengasuh rubrik "Liku-Liku Tenaga Dalam" di harian Suara Merdeka - Semarang (tahun 1993 - 1996) juga penulis buku-buku tentang tenaga dalam dan metafisika.
Kehadiran Sidik yang statusnya adalah Guru Besar Budi Suci ke Sirahan ibarat meneruskan pelajaran lanjutan yang tidak terdapat pada kurikulum Satya di bawah Soeharto. Selain pembaharuan dalam jurus dasar juga meneruskan pada materi Jodoh Jurus dan Kembang Jurus ciptaan oleh Abah Khoir sang pendiri Cimande dan sebagian sudah digubah oleh H Abdul Rosyid yang di perguruan Satya jurus itu tidak dikenal.
Perguruan Satya Sirahan yang dipimpin H Ali Ridlo dan putranya, Masruri yang keilmuannya sudah diwarnai Budi Suci ala Sidik yang kemudian mengembangkan perguruan tenaga dalam diantaranya, HM Sadari di Kelet, Keling, Jepara, Ustad M Masrur di Cepogo, Bangsri, Jepara, Suhirlan di Ngaringan Purwodadi dan Sudono, adik kandung H Ali Ridlo yang berdomisili di Rimbo Bujang, Bungo Tebo, Jambi.

Perkembangan Selanjutnya
Pada tahun-tahun berikutnya, perkembangan perguruan tenaga dalam layaknya MLM (Multi Level Marketing). Seseorang yang belajar pada suatu perguruan memilih untuk mendirikan perguruan baru sesuai selera pribadinya. Ini adalah gejala alamiah yang tidak perlu dimasalahkan, karena setiap guru atau orang yang merasa mampu mengajarkan ilmu pada orang lain itu belum tentu sepaham dengan tradisi yang ada pada perguruan yang pernah diikutinya.
Pertimbangan merubah nama perguruan itu dilatarbelakangi oleh hal-hal yang amat kompleks, mulai adanya ketidaksepahaman pola pikir antara orang zaman dulu yang mistis dan kalangan modernis yang mempertimbangkan sisi kemurnian aqidah dan ilmiah, disamping pertimbangan dari sisi komersial. Yang pasti, misi orang mempelajari tenaga dalam pada masyarakat sekarang sudah mulai berubah dari yang semula berorientasi pada ilmu kesaktian menuju pada gerak fisik (olah raga) karena orang sekarang menganggap lawan berat yang sesungguhnya adalah penyakit. Karena itu, promosi perguruan lebih mengeksploitasi kemampuan mengobati diri sendiri dan orang lain.
Aliran perguruan tenaga dalam yang mengeksploitasi kesaktian kini lebih diminati masyarakat tradisional. Dan menurut pengamatan beberapa pihak, perguruan ini justru sering “bermasalah” disebabkan pola pembinaan yang menggiring penganutnya pada sikap “kejawaraan” melalui doktrin-doktrin yang kurang bersahabat pada aliran lain dari sesama perguruan tenaga dalam maupun bela diri dari luar (asing).
Sikap ini sebenarnya bertentangan dengan sikap para tokoh seperti Bang Kari yang selalu wanti-wanti agar siapapun yang mengamalkan bela diri untuk selalu memperhatikan “sikap 5” yaitu :
1. Jangan cepat puas.
2. Jangan suka pamer.
3. Jangan merasa paling jago.
4. Jangan suka mencari pujian dan
5. Jangan menyakiti orang lain.
Dan perlu diingat, perkembangan pencak silat sebagai dasar dari tenaga dalam itu, baik pelaku maupun keilmuannya dapat berkembang karena silaturahmi antar tokoh, mulai dari silat Pagar Ruyung Padang yang dibawa H Kosim (Syahbandar), Bang Kari dan Bang Madi yang merangkum silat Betawi dengan Kung Fu, juga Abah Khoir dengan Cimandenya, RH. Ibrahim dengan Cikalongnya.
Rangkapan Fisik
Setiap perguruan tenaga dalam memberikan sumbangsih tersendiri bagi masyarakat Indonesia. Margaluyu menorehkan tinta emas sebagai perguruan tua yang banyak mengilhami hampir sebagian besar perguruan di Indonesia, dan cabang-cabang dari perguruan ini banyak berjasa bagi pengembangan tenaga dalam yang ilmiah dan universal.
Sin Lam Ba, Al-Hikmah, Silat Tauhid Indonesia berjasa dalam memberikan nafas religius bagi pesertanya, dan aliran Nampon berjasa dalam memberikan semangat bagi para pejuang di era kemerdekaan.
Terlepas dari sisi positif dari aliran-aliran besar itu, pengembangan aliran tenaga dalam yang kini masih memilih corak pengembangan bela diri dan kesaktian itu justru mendapat kritik dari para pendahulunya.
Pada tahun 1984 Alm. Sidik murid dari H Abdul Rosyid saat berkunjung ke Desa Sirahan, Cluwak, Pati dan menyaksikan cara betarung (peragaan) suatu perguruan “pecahan” dari Budi Suci, menyayangkan kenapa sebagian besar dari siswa perguruan tenaga dalam itu sudah meninggalkan teknik silat (fisik) sebagai basic tenaga dalam.
Artinya, saat diserang mereka cenderung diam dan hanya mengeraskan bagian dada/perut. Kebiasaan ini menurutnya suatu saat akan menjadi bumerang saat harus menghadapi perkelahian diluar gelanggang latihan. Karena saat latihan hanya dengan “diam” saja sudah mampu mementalkan penyerang hingga memberikan kesan bahwa menggunakan tenaga dalam itu mudah sekali.
Mereka tidak sadar bahwa dalam perkelahian di luar gelanggang latihan itu, suasananya berbeda. Dalam arena latihan yang dihadapi adalah teman sendiri yang sudah terlatih dalam menciptakan emosi (amarah).
Cara bela diri memanfaatkan tenaga dalam yang benar menurut Alm. Sidik sudah dicontohkan oleh Nampon saat ditantang jawara dari Banten dan saat akan dicoba kesaktiannya oleh KM Tamim. Yaitu, awalnya mengalah dan berupaya menghindar namun ketika lawan masih memaksa menyerang, baru dilayani dengan jurus silat secara fisik, menghindar, menangkis dan pada saat yang dianggap tepat memancing amarah dengan tamparan ringan dan setelah penyerang emosi, baru menggunakan tenaga dalam.
Pola pembinaan bela diri yang tidak lengkap yang hanya fokus pada sisi batin saja, sering menjadi bumerang bagi mereka yang sudah merasa memiliki tenaga dalam sehingga terlalu yakin bahwa bagaimanapun bentuk serangannya, cukup dengan diam (saja) penyerang pasti mental. Dan ketika mereka menghadapi bahaya yang sesungguhnya, ternyata menggunakan tenaga dalam tidak semudah saat berlatih dengan teman seperguruannya.
Fenomena pembinaan yang sepotong-potong ini tidak lepas dari keterbatasan sebagian guru yang pada umumnya hanya pernah “mampir” di perguruan tenaga dalam. Sidik mengakui banyak orang yang belajar di Budi Suci hanya bermodal “jurus dasar” saja sudah banyak yang berani membuka perguruan baru. Padahal dalam Budi Suci itu terdapat 3 tahapan jurus. Yaitu, Dasar Jurus – Jodoh Jurus dan Kembang Jurus (ibingan).
Karena tergesa-gesa ingin membuka aliran baru itu menyebabkan siswa sering tidak siap disaat harus menggunakan tenaga dalamnya. Dan Yosis Siswoyo dari Bandar Karima memberikan konsep bahwa keberhasilan memanfaatkan tenaga dalam ditentukan dari prinsip “min-plus” yang dapat diartikan : Biarkan orang berniat jahat (marah), aku memilih untuk tetap bertahan dan sabar.
Karena itu pembinaan fisik, teknik bela diri fisik, teknik, kelenturan, refleks dan mental bertarung perlu ditanamkan terlebih dahulu karena kegagalan memanfaatkan tenaga dalam lebih disebabkan mental yang belum siap sehingga orang ingat punya jurus tenaga dalam setelah perkelahian itu sudah usai.
Berdasarkan pengamatan, tenaga dalam berfungsi baik justru disaat pemiliknya “tidak sengaja” dan terpaksa harus bertahan dari serangan orang yang berniat jahat. Dan tenaga dalam itu sering gagal justru disaat tenaga dalam itu dipersiapkan sebelumnya untuk “berkelahi” dan akan lebih gagal total jika tenaga dalam itu digunakan untuk mencari masalah.
Tenaga dalam harus bersifat defensif atau bertahan. Biarkan orang marah dan tetaplah bertahan dengan sabar dan tak perlu mengimbangi amarah. Sebab jika pemilik tenaga dalam mengimbangi amarah, maka rumusnya menjadi “plus ketemu plus” yang menyebabkan energi itu tidak berfungsi. Dan dalam hal ini Budi Suci menjabarkan konsep “min – plus” itu dengan sikap membiarkan lawan “budi” (bergerak/amarah) dan tetap mempertahankan “suci” (sabar, tenang).
Memposisikan diri tetap bertahan (sabar, tenang) sangat ditentukan tingkat kematangan mental. Dan pada masa Nampon dan H Abdul Rosyid, tenaga dalam banyak berhasil karena dipegang oleh pendekar yang sudah terlatih bela diri secara fisik (sabung) sehingga saat menghadapi penyerang mentalnya tetap terjaga.
Sekarang semua sudah berubah. Orang belajar tenaga dalam sudah telanjur yakin bahwa serangan lawan tidak dapat menyentuh sehingga fisik tidak dipersiapkan menghindar atau berbenturan. Dan karena tidak terlatih itu disaat melakukan kontak fisik, yang muncul justru rasa takut atau bahkan mengimbangi amarah hingga keluar dari konsep “min-plus”.

Sejarah tentang tenaga dalam perlu diketahui oleh mereka yang mengikuti suatu aliran tenaga dalam. Ketidaktahuan tentang sejarah itu dapat menggiring seseorang bersikap kacang lupa kulit, bahkan memunculkan “anekdot spiritual” sebagaimana dilakukan seorang guru tenaga dalam yang karena ditanya murid-muridnya dan ia tidak memiliki jawaban lalu menjelaskan bahwa orang-orang yang ditokohkan dalam perguruan itu dengan jawaban yang mengada-ada.
Misalnya, Saman adalah seorang Syekh dari Yaman, Madi disebut sebagai Imam Mahdi, Kari adalah Imam Buchori, Subandari adalah Syeh Isbandari. Dan jawaban seperti itu tidak memiliki dasar dan konon hanya berdasarkan pada kata orang tua semata.
Sumber :
http://id.wikipedia.org/wiki/Sejarah_Tenaga_Dalam

manfaat bacaan

Penjelasan (Fungsi) Bismillah


FUNGSI BISMILLAH :

Fungsi bismillah ini adalah pemaparan dari ikhwan Shohibuzzaman atau yang saya kenal dengan Kang Yonis Romli, dari hasil diskusi sesama ikhwan Al-Hikmah di forum Kaskus. 
Dulu, ada kawan sy ikhwan alHikmah,yang suka latihan bareng di Rawabelong Jakbar, dia dapat ijazah dari ABAH SAKI wiridan agar punya daya radar untuk kontrol dengan cepat dan akurat yaitu...

BISMILLAHIRROHMAANIRROHIM sebanyak 100.000X 
Caranya dikerjakan mulai maghrib sampe selesai, berhenti cuma saat sholat isya..lalu lanjutkan lagi sampe selesai, katanya selesai sampe menjelang subuh. Cara mewiridkannya yaitu setiap 1x baca sambil mengusap "jari telunjuk kanan" dengan tangan kiri yang bisa mewiridkan ini, cuma ikhwan tingkat dua, karena jari telunjuk kanannya harus selalu posisi kencang/isi. Akhirnya kawan saya ini punya kemampuan deteksi yg kuat dan akurat, walaupun jarak jauh.
Contoh, untuk mengetahui energi sebuah benda yg ber"isi" maka walaupun jarak jauh atau dibalik tembok atau jauh terhalang oleh beberapa rumah atau penghalang lainnya, maka jari telunjuknya akan segera memberi tanda "GETAR" bila memang benda itu ber"isi"...

Wallahu A’lam

Sumber : Kang Shohibuzzaman
http://www.kaskus.us/showthread.php?t=1113610&page=50

July 10, 2009

Siapakah Abah Syaki


Siapakah Abah Syaki

Sejarah tentang siapa Abah Syaki, sangat sedikit yang mengetahui, saya pribadi pun hanya mendengar cerita dari para senior tentang beliau. Itupun kisahnya banyak yang tak masuk akal. Dan jika di konfirmasi kepada H Romly beliau kebanyakan senyum saja, danbahkan sering mengatakan tidak benar itu termasuk perjumpaan beliau kepada Abah
Toha di Jakarta.
Diceritakan bahwa masa dahulu itu, Abah Saki sempat menjadi Centeng di Tg.Priok, dan Abah Syaki ternyata juga mahir dalam bermain silat yang sifatnya fisik, namun tidak diceritakan Silat apakah yang dipegang oleh Abah Syaki. Sehingga ketika bertemu dengan Abah Toha, segera saja Abah Syaki menjajalnya dengan menyerang secara fisik.., dan hasilnya..., Abah Syaki sampai terjerembab jatuh bahkan dikatakan sampai nyungsep masuk ke got. Itulah sebab, mengapa kemudian diceritakan kemudian Abah Syaki menyatakan takluk dan langsung berguru kepada Abah Toha.
Setelah pelajaran dirasa cukup, Abah Toha kemudian memerintahkannya untuk melanjutkan pelajaran kepada Abah H. `Amilin yang berdomisili di Dayeuh Kolot Bandung. Diceritakan kemudian, Abah segera berangkat ke Bandung dan perjumpaan terjadi di tengah sawah tatkala Abah kemudian bertemu dengan seorang petani yang berperawakan kecil lalu bertanya dimanakah rumahnya Abah H. Amilin. Lalu disambut dengan pertanyaan lagi, untuk apakah kamu mau kesana. Lalu dijawab Abah, mau berguru sesuai amanat dari Abah Toha. Yang ada, Abah segera ditantang berkelahi oleh petani itu dan segera saja Abah melayani dengan mengeluarkan jurus silatnya.. dan terjadi lagi...hanya dengan sedikit gerakan mengibas.., Abah langsung terjatuh dan tidak bisa
bergerak..Akhirnya petani itu tersenyum, dan kemudian menunjukkan arah rumahnya H.`Amilin..lalu berangkatlah Abah Syaki dengan perasaan herannya mencari ke arah yang
ditunjukkan dan sesampainya di rumah H.`Amilin, betapa kagetnya Abah ternyata Abah
H.`Amilin ialah petani yang ditemuinya tadi di lokasi sawah. Beliau sudah ada di rumah itu dan mengenalkan dirinya ialah yang dicari.Demikianlah selanjutnya Abah Syaki diceritakan kemudian menerima pelajaran Asmak sebanyak 28 amalan, yang terbagi kepada 4 bagian / tingkatan. Hal inilah yang menyebabkan kemudian, setelah itu Abah direstui untuk membuka pelajaran Hikmah di Cisoka, yang kemudian berdiri dengan nama Al-Hikmah. Pada awalnya Abah menerima ilmu dari Pak Toha tanpa wiridan.
Namun pada tahun 1957 saat detik-detik terakhir hayat Pak Toha, beliau menitipkan surat kepada adik Abah yang pada saat itu sedang aplusan dengan Abah menunggu Pak Toha, yang kemudian disampaikan surat itu kepada Abah, yang ternyata isinya terdapat 3 lembar. Lembar pertama adalah syarat-syarat yang harus di pegang oleh para penerima ilmu. Lembar kedua isinya 6 wiridan yang sekarang menjadi salah satu kewajiban para ikhwan Al-Hikmah untuk memperkuat energi keilmuanya. Dan lembar ketiga adalah permohonan Pak Toha pada Abah untuk membantu keluarga Pak Toha dalam pengurusan penguburan Pak Toha. Sepeninggal Pak Toha, Abah mulai mengembangkan keilmuanya sehingga sampai mempunyai ribuan anggota. Bahkan pada tahun 1965 anggotanya di Lampung mencapai 10.000 orang.
Saat itu namanya belum Al-Hikmah, tetapi masih KSBPI ( Kesatuan Seni Budi Pekerti Islam) dan masih satu rumpun dengan SINLAMBA, namun karena banyak serselisih faham dengan murid Pak Toha yang lainya Abah pun shalat istikharah yang akhirnya mendapatkan petunjuk untuk memberi nama dengan ALHIKMAH. Kemudian berdirilah Perguruan AL-HIKMAH dengan Guru Besar “ABAH HAJI SYAKI ABDUL SYUKUR” dengan basic keilmuan dari Pak Toha dan H. Amilin.

Sumber :
Copy Paste http://www.indowebster.com/AlHikmah.html
http://www.kaskus.us/showthread.php?t=1113610&page=40

July 1, 2009

Visi, Misi Perguruan Al-Hikmah



1. Misi : 
Membentuk dan membangun 7 (tujuh) kekuatan

2. Visi : 
Membangun keluarga yang berakhlakul karimah, mawaddah, warohmah

3. Prinsip : 
Teguh pendirian, air laut boleh asin tapi ikan sekecil apapun di laut tidak akan asin

4. Budaya : 
Gotong royong, tolong menolong siapapun tanpa pamrih dan siap berkorban bagi yang membutuhkan

5. Motto : 
Musuh jangan dicari, kalau ada jangan lari, bila dijual bila perlu dibeli

Susunan Pengurus Perguruan Al-Hikmah


Susunan Pengurus Yayasan Perguruan Al-Hikmah

Dewan Kehormatan : Let. Jend. (Purn) Ir. H. Azwar Anas
Dewan Penasihat : KH. Syukron Makmun, BA.
Ketua Umum : Brig. Jend. (Purn) H. Nurhadi P, M.Sc.
Wakil Ketua Umum : DR. Sechan Shahab, SH.

Ketua Pendidikan Dakwah : H. Iskandar Dz. Occ
Ketua Bid. Keuangan : Dra. Sri Sulartini
Ketua Bid. Pemuda/Peragaan : Doni Romdoni
Sekretaris Umum : Drs. Bachtiar Effendi
Bendahara Umum : DR. Dr.H. Tamzil A. Salim, MM.

sejarah al hikmah cabang lahat

ASSALAMUALAIKUM WARROHMATULLAHI WA BAROKATUH
Selamat datang di Blog Resmi Perguruan Alhikmah 9779 Cabang Lahat. Lahir dari niat tulus untuk menyebarkan syiar islam melalui seni jaga diri ( bela diri ), serta menjaga kebudayaan asli Bumi Nusantara yaitu beladiri berbasis Ajaran Islami, Al Hikmah.
Jauh dari unsur sirik, tidak menyimpang dari ajaran islam.
Praktisi supranatural dan pengembangan potensi diri dengan pendekatan spiritual dan ilmu exacta.
kesegala penjuru menabar salam mencari saudara, berbagi hikmah. dengan bersandar dan bertujuan Allah SWT semata.
Melalui blog ini penulis coretkan tulisan-tulisan berbagai macam kategori yang berasal dari pengalaman, pengetahuan dan ilmu penulis untuk berbagi kepada pembaca yang budiman semuanya, dengan tujuan agar dapat diambil manfaatnya bagi seluruh maysarakat, sebaik-baiknya manusia adalah manusia yang bermanfaat bagi sesama. 
Ilmu Al-Hikmah pada hakikatnya merupakan keilmuan warisan Rasulullah SAW kepada Sayyidina Ali RA dan juga para Sahabat yang kemudian disebarluaskan oleh para Wali Allah di belahan bumi ini, termasuk Walisongo dan Syech Abdurrauf As Singkly di Aceh.
Sebelum bernama “Al-Hikmah” , seni beladiri Islam ini dipelajari oleh Abah KH.M. Thoha (seorang Polisi zaman Belanda) yang juga merupakan sesepuh Perguruan Sin Lam Ba. Kemudian dari Abah Toha dipelajari oleh KH. M. Syaki Abdul Syukur sebagai seorang santri dan jawara Banten.
Ilmu Beladiri Alhikmah  yang lebih dikenal dengan “Seni Jaga Diri Alhikmah”  ini berkembang pesat dan diperkenalkan oleh Abah KH. M.Syaki Abdul Syukur bin Sartawi setelah sebelumnya melengkapi keilmuannya dengan belajar Tauhid kepada Abah KH. M.Amilin bin H. Sarbini (Mama Amilin Abdul Jabbar), Guru Spiritual Bung Karno, Proklamator Kemerdekaan RI, pencetus nama “burung Garuda” pada Lambang Negara Republik Indonesia tersebut.
Perguruan Alhikmah berpusat di Pondok Pesantren Hikmatul Iman, Cisoka, Tangerang Banten.

: http://perguruanbeladirialhikmah.webnode.com/

berbagi pengalaman

Pengalaman ikut Al Hikmah

Saya dalam tulisan kali ini akan berbagi kisah tentang pengalaman saya mengikuti ilmu jaga diri Al Hikmah yang berpusat di Cisoka Banten. Awal masuk saya diperguruan ini pada tahun 2010 tepatnya di bulan oktober. Saya digores atau dibukakan energi tenaga dalamnya untuk tingkat pertama oleh perawat sebutan untuk guru di al hikmah Bpk Mulyadi yang berada di cawang. Saya berniat masuk perguruan ini hanya untuk emncari ridho Allah. Dan juga sebagai jaga diri untuk saya sendiri dan keluar lewat perantara ilmu Al Hikmah ini. Ini perguruan ini saya diajarkan untuk selalu patuh dan taat dengan apa yang diperintahkan oleh Allah dan menjauhi semua apa yang dilarang Allah. Diperguruan ini terdapat 2 tingkat, dimana tingkat pertama pengoresan dilakukan di perut, dan kedua ditangan. Ditingkat 1 saya tekuni selama kurang lebih 2 tahun. Selama tingkat satu saya mendapatkan ilmu dasar seni jaga diri ini, bagaimana menghadapi lawan saat dijalan. Dan yang paling utama disini yaitu meminta segala sesuatu hajat kita sama Allah dengan YAKIN, jika hati kita masih memiliki keraguan maka ilmu ini tidak akan berfungsi. Dilanjut pada tahun 2013 bulan februari saya digores tingkat 2 oleh Ustad Oedyn dari Palembang ditingkat 2 ini tidak banyak berbeda dengan tingkat satu. Banyak hikmah yang dapat saya ambil dengan saya mengikuti perguruan tenaga dalam ini. Segala sesuatu harus kita meminta sama Allah dengan Yakin. Dan keraguan itu timbul akibat bisikkan oleh setan. Dibawah ini foto saya sedang beraksi di Cisoka Banten.


blognya  :http://tyohikmah3113.blogspot.com/2013/06/pengalaman-ikut-al-hikmah.html

DO'A

 DOA ZULFAQOR BERIKUT INI YANG MEMILIKI BERAGAM KHASIAT DAN HIKMAH UNTUK DIGUNAKAN DAN DIAMALKAN BA'DA SHOLAT, SEMOGA BERMANFAAT DI DUNIA DAN DI ALHIRAT.


 (Silahkan copy dan paste.atau klik kanan lalu save as...
 Lalu Perbesar di Office Word
 Dalam beberapa kitab dijelaskan faedah doa Dzul Faqor ini bahwa barang siapa yangpernah  membaca doa ini selama hidupnya minimal satu kali maka Malaikat Jibril datang ke kuburnya dan berkata: "Masuklah engkau ke syurga dengan membawa kendaraan , semua para Nabi telah menjemputmu!". Mereka bertanya kepada Malaikat Jibril,"Siapakah orang ini wahai Jibril?". Malaikat Jibril menjawab;" Ini adalah umat Muhammad SAW yang membaca doa Dzul Faqor ketika masih hidup di dunia". Begitulah salah satu khasiat dari doa Dzulfaqor. Insya Allah kita mendapatkan anugerah dari ALLAH SWT dengan membaca doa ini setiap selesai sholat.



Mohon dihadiahkan Surat Al Fatihah untuk nama-nama berikut ini sebelum mengamalkan Doa Dzulfaqor: 

Al Fatihah dihadiahkan kepada :
1. Nabi Muhammad SAW                                     1x
2. Malaikat Sepuluh                                              1x
3. Nabi Khidir AS                                                   1 x
4. Syech Abdul Qodir Al Jaelani                         1x
5. Syech Syarif Hidayatullah                                1x
6. Syech Baharuddin Nur Qodim                       1 x
7. KH.Abdul Wahab bin H.Jamaluddin            1 x
8. Para Sesepuh dan Guru Ilmu Alhikmah
    (Abah KH.Thoha bin Siin, Abah KH.Amilin bin H.Sarbini, Abah KH.M.Syaki Abdussukur bin Sartawi, Ustadzah Ummi Hajjah Khodijah binti Fulana, R.A.Hermana bin M.Sholeh, H. Ahmad Fauzi bin H.A.Rifaie, KH.Iskandar bin H.Ismail, Tuan Guru Fikri bin Muslim)                              1 x
9. Pada Diri Sendiri                                                1 x
10. Kedua Orangtua dan Kaum Muslimin        1x
 


DOA NABI SULAIMAN AS



copy dari blog : http://beladiri-alhikmah.blogspot.com/2012/07/blog-post.html

ilmu seni jaga diri

Menurut Abah Haji Iskandar
Ilmu Al-Hikmah bukan ahli hikmah, bukan hijib, bukan aufak. Ilmu Al-Hikmah adalah sirrullah. Al-Hikmah yang bergerak di perut adalah “lailahailallah” Al-Hikmah yang bergerak di tangan adalah “muhammadarosululloh” karena tangan adalah utusan,
Al-Hikmah sangat mudah.. Cukup dengan menyebutkan nama allah dan mengeraskan perut itu sudah mencakup segala tujuan..seperti untuk menghindari yang berniat jahat atau untuk pengobatan, mampu mengeraskan perut tolak ukur para ikhwan adalah tergantung seberapa optimal nya dia mengeraskan perut.. Ketika dia mamppu mengeraskan perut bagaikan batu.. Berbicara dan bernafas tidak terganggu badan tidak kaku.. Maka cara mengeraskan perut nya sudah optimal.
Kalo menurut abah haji syaki.. Kita di tuntut untuk mampu mengeraskan perut sambil menganggukan kepala oleh karena itu para ikhwan di tuntut untuk membiasakan mengeraskan perut, Selain untuk melatih kekerasan tetapi juga untuk menghindari bahaya bahaya yang akan muncul.
Misalkan ketika sedang minum atau makan mengeraskan perut.. Jika dalam makanan atau minuman terdapat racun maka gelas atau piringnya akan pecah.. Sedangkan bagai mana jika bahan gelas atau piring nya bukan dari kaca.. Maka otomatis makanan atau minuman itu tidak akan mampu kita ambil, bahkan ketika para ikhwan di pukul kemudian dia mengeraskan perut tetapi yang memukul belum emosi benar sehingga tidak terpental dan ikhwan tetap terpukul.. Maka pukulan itu tidak akan membahayakan ikhwan tsb, tekniknya sangat mudah… Karena hanya dengan mengeraskan perut dan menyebutkan nama allah… Atau allahu akbar. Oleh karena itu jaman abah haji syaki dulu para perawat selalu di tekankan untuk mendidik para ikhwan dalam mengeraskan perut terlebih dahulu disamping memperbanyak wiridan,
banyak sekali penjelasan para ahli metafisika mengenai hubungan perut dan kekuatan tenaga dalam…. Atau tenaga metafisik, yang jelas manusia kelemahan terbesarnya adalah di perut akan tetapi disitu pula lah terdapat kekuatan yang sangat besar, awal seorang ikhwan ketika dia pertama kali mengecangkan perut badan akan terasa lemas.. Seperti tanpa tenaga.. Itu di karenakan karena belum terbiasa…tapi ada untung nya pada saat itu pula jiwa menjadi tenang dan lebih mampu mengontrol emosi,
karena di dalam Al-Hikmah berprinsip.. Siapa yang marah maka dialah yang kalah…dari awal pak toha memberikan Al-Hikmah tanpa wiridan.. Kemudian sepeninggalnya beliau barulah wiridan itu diturunkan.
Mengapa membutuhkan wiridan…? Saya berasumsi bahwa ada energi energi khusus dari wiridan tertentu dari Al-Hikmah yang akan membantu proses penghimpunan chi di perut sehingga pola energinya lebih berkarakter terhadap seseuatu,
terbukti dengan setiap wiridan punya fungsi khusus.. Seperti yang di jelaskan nanti dari tulisan abah haji iskandar mengenai beberapa fungsi dari 6 wiridan pokok di Al-Hikmah tingkat 1…
Kita sedikit bahas mengenai beberapa pengamalan wiridan dalam Al-Hikmah…wiridan pertama…
Ya allah ya hayuu ya qoyum ya adzimu ya robbal a’lamin
wiridan di atas merupakan wiridan pertama dan pokok dalam Al-Hikmah..beberapa penghayat banyak melakukan riset di wiridan ini, wiridan di atas berfungsi untuk menutup dan membuka..di gunakan biasanya untuk membuka hati seseorang, menutup hati seseorang.. Menutup hujan .. Mengunci.. Dan masih banyak yang jelas sifatnya menutup atau membuka. Biasanya ketika melakukan di barengi dengan gerakan gerakan tertentu untuk memperkuat power yang keluar.. Akan tetapi bagi pemain energi yang handal itu sudah tidak di perlukan lagi.
Pengalaman saya sendiri dengan wiridan di atas. Ketika lagi rajin rajinya..
nyamuk tidak berani menggigit saya…dengan wiridan diatas pula saya pertama kali merogo sukmo…

copy dari blog : http://afindonesia.com/ilmu-seni-jaga-diri-al-hikmah/

profil AL-Hikmah

Arti Lambang Perguruan Al-Hikmah

Yayasan Perguruan Al-Hikmah mempunyai lambang yang terdiri dari :
  1. Bintang : Melambangkan sila pertama dari Pancasila yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa;

  2. Al-Quran : Melambangkan kitab suci umat islam yang berarti bahwa dasar pelajaran Yayasan Perguruan Al-Hikmah adalah berdasarkan Al-Quran dan Hadits Nabi;

  3. Tasbiqh : Melambangkan alat pembantu dalam melaksanakan wirid/zikir, yang berarti bahwa dalam mengamalkan ilmu yang telah didapatkan secara istoqomah dan khusyuk;

  4. Lingkaran : Yang didalamnya terdapat bintang, tasbiqh dan Al-Quran dan Teks Yayasan Perguruan Al-Hikmah, melambangkan satu kesatuan, yang berarti dalam mengikuti pelajaran harus ada satu usaha harmonis yang merupakan satu kesatuan tindakan.
Sumber: (http://perguruan-al-hikmah.blogspot.com/2009/12/alamat-perawat-perguruan-al-hikmah_31.html)
Sejarah Berdirinya Al Hikmah
Al-Hikmah sebelum bernama Al-Hikmah dipelajari oleh Pak Toha (sebagai Polisi) dari pesantren, kemudian dari Pak Toha dipelajari oleh H. Syaki Abdul Syukur sebagai seorang santri dan jawara, kemudian saya sebagai anak didik H. Syaki Abdul Syukur akan mengembalikan ke pesantren dan akan saya sebarkan kembali ke seluruh jajaran.
Sekelumit riwayat mengenai Pak Toha, konon semenjak kecil Pak Toha hanya bercita-cita ingin punya ilmu ini (Al-Hikmah), maka berangkatlah Pak Toha ke pesantren di daerah Banten selama 7 (tujuh) tahun, namun hasilnya hanya mendapat ilmu Qiro’at, Fiqih dan Silat Cipecut. Setelah 7 tahun Pak Toha berpikir, biaya sudah habis namun ilmu yang dicita-citakan belum juga didapat. Akhirnya Pak Toha pulang dari pesantren kerumahnya yang berada di Jakarta. Ditengah perjalanan di atas kereta api, yang Insya Allah jumlah dari gerbong kereta api tersebut adalah sebanyak 6 gerbong. Beliau duduk melamun memikirkan biaya telah habis, namun ilmu yang dicita-citakan belum didapat.
Tiba-tiba datanglah 3 (tiga) orang berpakaian jawara menyapanya. Sambil duduk salah seorang dari mereka berkata : “Ada ilmu yang dibaca dua kalimat syahadat, tapi bila ditunjuk ke orang yang berniat jahat, maka orang tersebut langsung terpental”. Pak Toha kaget lalu bertanya : “Ilmu apa yang tadi diceritakan dan berada dimana?”. Kemudian salah seorang dari ke 3 orang tersebut mengambil bungkusan rokok yang isinya hanya tingal 1 (satu) batang saja, lalu bungkus rokok itu dipakai untuk menuliskan alamat keberadaan ilmu tersebut. Selagi Pak Toha membaca alamat tersebut, ke 3 orang itu tiba-tiba menghilang. Setelah dicari di 6 gerbong, ke 3 orang tersebut tidak dapat ditemukan.
Sangat disesalkan bagi kita sebagai ikhwan/akhwat Al-Hikmah, bahwa kita tidak diberitahukan alamat atau nama kampung yang tertera ditulisan pada bungkus rokok itu. Dan setelah menempuh perjalanan, akhirnya PakToha pun sampai dirumahnya. Setiba dirumah beliau disambut oleh Bapaknya, dengan pertanyaaan : “Gimana Toha, apakah yang kamu cita-citakan sudah berhasil?”. Pak Toha menjawab : “Belum berhasil Pak, sewaktu dalam perjalanan pulang, ada 3 orang di kereta api yang memberi saya alamat, namun biaya telah habis”.
Pada waktu itu Bapaknya Pak Toha mempunyai seekor kuda dan delman, maka dijuallah kuda dan delman tersebut, seharga Rp. 40, - (empat puluh rupiah) dengan tujuan untuk dipakai biaya Pak Toha mencari Ilmu. Hingga akhirnya Bapaknya Pak Toha beralih profesi menjadi tukang daun dan tali. Berangkatlah Pak Toha dari rumahnya di Jakarta, naik di satu halte dan turun di halte yang lain. Tetapi setiap ditanya berhenti di halte yang mana? Pak Toha selalu menjawab : “diam kamu!”. Setelah turun di halte terakhir, Pak Toha berjalan kaki melewati sawah yang luas, pada saat itu sedang panen. Sampai ditengah persawahan tibalah saatnya waktu maghrib, akhirnya Pak Toha pun membabat jerami (pohon padi) untuk digunakan sebagai ampar tidur dan sisanya dipakai sebagai selimut.
Di kelelahan dan kehinangan malam Pak Toha pun tertidur, hingga Pak Toha terbangun diwaktu subuh. Setelah itu Pak Toha melanjutkan perjalanannya menuju alamat pesantren yang tertera di bungkus rokok itu. Pak Toha tiba di pesantren pada saat menjelang waktu magrib. Pak Toha mengucapkan salam dan dijawab oleh Kyai pesantren tersebut dengan wa’alaikum salam. Kyai tersebut lalu bertanya : “mau ke mana kamu Toha?”. Pak Toha kaget dan tertegun (karena Kyai itu tahu namanya) sambil menjawab : “Saya hanya ingin mencari ilmu Kyai”. Ditempatkanlah Pak Toha di masjid oleh Kyai tersebut dengan kalimat karena “ilmu Qiroat dan Fiqih kamu sudah cukup, ketika waktu sholat tiba kamu harus mengisi air tempat wudhu”. Pekerjaan tersebut dilakukan oleh Pak Toha selama 3 tahun kurang 10 hari.
Pada saat itu santri dari Kyai tersebut berjumlah sebanyak 300 (tiga ratus) orang. Sepengetahuan Pak Toha selama 3 tahun kurang dari 10 hari itu, Pak Toha belum pernah melihat Kyai tersebut melaksanakan sholat di masjid, yaitu melaksanakan sholat jum’at ataupun sholat yang 5 (lima) waktu. Hanya saja bila datang waktu siang selepas waktu dhuha, Kyai tersebut mengajak Pak Toha untuk menanam padi, singkong dan jenis palawija lainnya. Setelah 3 tahun kurang 10 hari Pak Toha berpikir, saat tiba waktu subuh Pak Toha membawa Al-Qur’an menghadap Kyai tersebut dengan maksud ingin mengaji. Tapi di tolak oleh Kyai tersebut dengan ucapan: “Toha, Ilmu qiro’at kamu sudah cukup di Banten’’, lalu Pak Toha diberi uang se-gobang atau 5 (lima) sen, kemudian disuruh membeli daun kawung atau daun rokok dengan pesan “kamu jangan tidur sebelum saya datang”.
Pada waktu itu uang se-gobang dapat daun kawung sebanyak 5 (lima) ikat dan di bawalah daun kawung itu ke masjid. Sesuai dengan pesan, Pak Toha menunggu di masjid dari subuh sampai kurang lebih jam 02:00 WIB dini hari. Akhirnya Kyai tersebut datang memasuki masjid. Pada saat itu Pak Toha sedang duduk ditiang masjid tengah, sesampainya di dalam masjid Kyai tersebut mengucapkan salam dan di jawab oleh Pak Toha dengan wa’alaikum salam. Sambil duduk Kyai itu berkata; “Toha, ternyata niat kamu memang sudah sungguh-sungguh”. Duduklah Kyai tersebut berhadapan dengan Pak Toha yang pada waktu itu duduk menghadap arah kiblat, maka disitulah jatuh syarat ngerawat bahwa si murid harus menghadap arah kiblat dan Pembina atau Perawat Al-Hikmah menghadap ke arah si murid, yaitu saling berhadapan. Setelah duduk saling berhadapan Kyai tersebut pun bertanya tentang daun kawung yang dipesannya. Pak Toha mengeluarkan ke 5 (lima) ikat daun kawung tersebut, lalu mulailah Kyai tersebut mencabuti satu persatu daun kawung itu yang ternyata di dalamnya sudah tertulis ayat-ayat Al-Qur’an, sambil mencabut Kyai tersebut bertanya “ini yang kamu cari Toha ?“. Pak Toha menjawab : “ bukan Kyai“. Terus menerus seperti itu, sampai akhirnya daun kawung yang 5 (lima) ikat tersebut hanya tinggal tersisa 2 (dua) lembar saja. Lalu Kyai tersebut memegang kedua lembar daun kawung yang tersisa sambil bertanya : “Toha setiap yang dicabut tadi terdapat tulisan ayat Al-Qur’an, tapi kenapa kamu menolaknya?”. Pak Toha menjawab “maaf Kyai, bukan itu yang saya cari“. Selanjutnya Kyai tersebut berkata lagi : “gimana kalau yang kamu cari tidak ada disini (2 lembar daun kawung yang tersisa)?“. Pak Toha menjawab kembali: “saya ridho kalau memang tidak ada, tapi karena ilmu itu diturunkan kedunia, tolong saya diberi petunjuk”. Kyai tersebut tersenyum sambil berkata : “tenang kamu Toha“, lalu Kyai tersebut mencabut 2 lembar daun kawung yang tersisa sambil membaca : “Benar itu Kyai !“ seru Pak Toha, namun Kyai tersebut membelah daun kawung tersebut sambil berkata : “semua yang bergerak diperut adalah hak kamu dan yang bergerak di tangan adalah hak H. Amilin”. Pada waktu itu H. Amilin baru berusia 7 (tujuh) tahun, tapi sudah dipanggil Haji. Kyai tersebut berkata : “pada suatu hari nanti akan ada anak buah kamu yang dapat menyatukan ilmu ini”. Terjadi perbedaan pendapat antara murid Pak Toha dengan murid H. Amilin, bahwa “bohong H. Syaki ngaku- ngaku muridnya H. Amilin“. Kebenarannya, pada waktu itu Pak Toha mempunyai 60 (enam puluh) perwakilan yang diantaranya termasuk Abah H. Syaki, namun dari ke 60 (enam puluh) perwakilan tersebut hanya Abah H. Syaki yang menerima surat dari Pak Toha untuk belajar ke H. Amilin di Garut. Ini fakta yang menguatkan bahwa Abah H. Syaki adalah termasuk salah satu muridnya H. Amilin.
Itulah jerih payahnya guru kita, orang tua kita atas ilmu Al-Hikmah yang sekarang kita miliki. Oleh karena itu Pak Toha ketika membicarakan ilmu ini beliau suka menangis, karena merasa dan melihat untuk memiliki ilmu ini anak sekarang begitu mudahnya. Padahal pada waktu mendapatkan ilmu ini beliau begitu prihatin. Setelah 3 (tiga) tahun kurang 10 (sepuluh) hari dan merasa telah mendapatkan ilmu yang diinginkanya, Pak Toha pun pulang kerumahnya. Setelah sampai dirumah, di sambut oleh adiknya yang bernama Sukardi yang kebetulan pada waktu itu sedang kalah main. ”Wah kebetulan Toha kamu pulang, ajarin gue silat Cipecut nih!” ucap Sukardi. Lalu Pak Toha pun bersedia mengajari adiknya. Namun setelah belajar dari mulai waktu isya sampai menjelang subuh, Sukardi tidak bisa mempelajari ilmu silat.
Setelah waktu subuh tiba dan pada waktu itu ibunya Pak Toha sedang menggoreng singkong diatas sebuah wajan atau kuali, keduanya sudah merasa kelelahan. Pak Toha pun sedikit lepas kontrol dan berkata, ”goblog amat kamu, belajar silat begini aja nggak bisa-bisa”. Sukardi yang mendengar omongan seperti itu merasa tersinggung dan langsung emosi, maka dia menyerang berniat memukul Pak Toha, namun Pak Toha secara reflek sambil menunjuk sukardi sehingga terpental menduduki kuali yang sedang dipakai menggoreng singkong. Si ibu menjerit-jerit ketakutan, namun bapaknya Pak Toha bersorak girang sambil berkata “nggak percuma aku habis modal akhirnya anakku berhasil mendapatkan ilmu yang diinginkannya”. Sehabis kejadian itu akhirnya Sukardi berkata, ”ngapain lu ngajarin gue silat cipecut, itu aja yang lu ajarin ke gue”, di situlah pertama kali Pak Toha mengajarkan ilmu Al-Hikmah kepada adiknya Sukardi dan jatuh kebiasaan dimana kita ikhwan Al-Hikmah disyahkan menjadi Pembina atau Perawat Al-Hikmah, dihimbau untuk membina atau merawat keluarga terlebih dahulu sebelum orang lain. Setelah diajarkan ilmu Al-Hikmah, akhirnya Sukardi berangkat main lagi. Tetapi begitu Sukardi main dia kalah lagi. Maka di ikatlah sama Sukardi hinga semuanya tampak bengong seperti patung dan di ambilah semua uangnya oleh Sukardi. Lalu Sukardi pulang kerumah dan kejadian itu diketahui oleh Pak Toha. Pak Toha lalu menegur Sukardi : “ngak boleh sukardi, uang itu harus dikembalikan”. Tapi Sukardi membantah dengan ucapan “ngak bisa! gue udah kalah lebih dari 20 (dua puluh) kambing disitu “. Akhirnya diambilah uang tersebut oleh Pak Toha sebesar harga 20 (dua puluh) kambing dan sisanya dikembalikan. Dari kejadian tersebut diatas jatuh sumpah Pak Toha, bahwa setiap muslimin/ muslimat yang ingin masuk atau belajar ilmu Al-Hikmah harus bisa dan mau mengerjakan segala perintah Alllah S.W.T. dan menjauhi segala larangan-Nya.
Sumber (http://perguruan-al-hikmah.blogspot.com/2009/05/sejarah-berdirinya-al-hikmah.html)

Tingkatan Al-Hikmah & Syarat Belajar Al-Hikmah


TINGKATAN AL-HIKMAH
Keilmuan Al-Hikmah pun menjadi dua tingkatan.Tingkatan pertama adalah keilmuan dari Pak Toha. Para caron ikhwan harus di attunment dahulu dengan istilah di gores di perut dengan 6 wiridan pokok. Tingkatan kedua adalah keilmuan dari H.Amilin. Para ikhwan di attunment dengan teknik khusus di tangan dengan 28 wiridan pokok.
Tingkat berikutnya adalah perawat, dimana ikhwan al-hikmah sudah di beri hak untuk menggores. Syarat untuk menjadi perawat adalah sudah menikah dan di beri izin oleh
perguruan pusat karena akan di berikan teknik menggores.
Syarat Belajar Al-Hikmah :
Adapun syarat-syarat pelajaran Al-Hikmah:
1. Jangan tinggalkan sholat yang lima waktu
2. Taat kepada kedua-orangtua
3. Jangan berzina
4. Jangan berjudi
5. Jangan mencuri (menipu)
6. Jangan minum-minuman keras (khamer)
7. Jangan makan barang yang haram
8. Jangan menduakan Tuhan
9. Jangan berdusta
10. Jangan riya`
11. Jangan sombong
12. Jangan Syirik ,dengki, dendam
13. Jangan memfitnah

Semua itu garis besarnya menjadi dua pasal:
1. Tidak boleh melanggar hukum Negara RI
2. Tidak boleh melanggar hukum Agama Islam

Sumber : (http://perguruan-al-hikmah.blogspot.com/2009_06_01_archive.html)

Alamat Perawat (Perwakilan) Perguruan Al-Hikmah


ALAMAT PERAWAT :

Berikut disampaikan alamat-alamat perawat Al-Hikmah, mohon maaf jika belum lengkap dan jika ada nama perawat yang belum dimasukkan karena masih dalam proses input dan pencarian data-data dari berbagai sumber, demikian disampaikan dan terima kasih semoga membantu pembaca dan pecinta Ilmu Al-Hikmah :

NB : MOHON JIKA ADA IKHWAN YANG MAU MENAMBAHKAN ALAMAT PERAWAT KIRIM KE KOMENTAR YA….

Jakarta Timur :